Ketika gaya
hidup kapitalis-materialistik telah menjadi paradigma dominan, sedikit
demi sedikit dan tanpa disadari, banyak orang mulai mengabaikan prinsip halal
dan haram. Baik dan buruk tidak lagi ditimbang dengan ajaran
agama. Tolok ukur kebenaran dan etika
disandarkan kepada materi dan manfaat. Akhirnya, sesuatu yang jelas-jelas haram
dengan enteng dilanggar demi apa yang disebut dengan "profesionalisme,
bisnis, dan lain sebagainya. Ironisnya lagi, perbuatan-perbuatan haram
tersebut dikemas sedemikian rupa hingga menjadi sebuah profesi untuk mencari
nafkah. Contohnya adalah ghibah. Di jaman sekarang ini, ghibah tidak lagi
dipandang sebagai sesuatu yang keji dan menjijikkan, akan tetapi dipandang
sebagai hiburan sekaligus lahan bisnis yang menguntungkan. Padahal, ghibah
adalah perbuatan keji dan menjijikkan.
Benar,
ghibah sering dianggap remeh, dan telah dijadikan profesi untuk mengeruk
keuntungan sebanyak-banyaknya. Padahal
Allah dan RasulNya telah mengharamkan ghibah dengan pelarangan yang bersifat
pasti. Allah swt berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا
تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ
يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing (ghibah) sebagian yang
lain. Sukakah, salah
seorang diantara kamu memakan daging saudaranya sendiri yang telah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”[al-Hujurat:12]
Dalam
menafsirkan ayat ini, Imam Qurthubiy menyatakan, “Allah swt telah melarang ghibah, yakni menceritakan suatu hal yang ada
pada diri seseorang. Adapun jika
seseorang menceritakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada pada diri seseorang,
maka ia sedang berdusta. Definisi ghibah
telah dijelaskan dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah. Rasulullah bersabda:”Tahukah kalian, apa yang
dimaksud dengan ghibah?” Para shahabat
menjawab, “Allah dan RasulNya lebih tahu.” Rasulullah saw berkata, ““Kamu
menyebut sesuatu dari kawanmu yang ia sangat benci jika dikatakan.” Para
shahabat bertanya, “ Bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang memang
terjadi pada saudaraku.’ Rasulullah saw
menjawab, “Jika engkau menceritakan apa yang terjadi pada saudaramu, berarti
kamu telah menggunjingnya; dan apabila engkau menderitakan apa yang sebenarnya
tidak terjadi pada saudaramu, maka engkau telah membohongkannya.”[HR.
Muslim].
Al-Hasan
menyatakan, “Ghibah itu ada tiga sisi. Semuanya telah disebutkan di dalam
Kitabullah; yakni al-ghibah (menggunjing), al-ifki (gosip), dan al-buhtaan
(berdusta). Ghibah adalah anda
menceritakan sesuatu yang memang ada pada saudaranya. Sedangkan al-ifki (gosip) adalah anda
menceritakan sesuatu berita tentang
saudara anda, dimana saudara anda itu tidak pernah menyampaikan berita tersebut
kepada anda (secara langsung). Sedangkan al-buhtan adalah anda menceritakan
sesuatu yang tidak ada pada saudaranya.”
AL-Hafidz al-Suyuthi, dalam Tafsir Jalalain
menjelaskan,”Janganlah anda menceritakan
sesuatu yang dibenci oleh saudaranya, meskipun sesuatu itu ada pada dirinya."
‘Ubaid ra,
bekas budak Nabi saw yang telah dimerdekakan mengisahkan, bahwasanya ada seseorang datang dan
mengabarkan kepada Nabi saw tentang dua orang wanita yang berpuasa dan sekarat
karena kehausan. Nabi saw berpaling
tanpa bicara dan menolak mengijinkan wanita-wanita itu berbuka. Lalu, orang tersebut memohon kembali dengan
menggambarkan wanita-wanita itu telah hampir mati. Nabi saw berkata:
“Bawa mereka kepadaku dan bawa pula sebuah
mangkuk.” Ketika mereka telah menghadap,
beliau menghadap ke salah seorang wanita itu dan memerintahkannya untuk muntah
ke dalam mangkuk. Ia melaksanakannya dan
mengeluarkan campuran darah, nanah, muntah dan dagung busuk yang memenuhi
setengah mangkuk. Beliau segera
berpaling kepada yang lain dan memerintahkan hal yang sama. Setelah mangkuk tersebut penuh, beliau bersabda,
“Sesungguhnya kedua orang ini telah berpuasa menahan diri dari apa yang
dihalalkan Allah, dan membatalkan puasa mereka dengan apa yang diharamkan
Allah. Mereka menghabiskan waktu
puasanya dengan memakan daging bangkai orang lain.”[HR. Imam Ahmad]. Riwayat ini
telah menjelaskan, betapa hina dan menjijikkannya ghibah itu.
Pada dasarnya tidak ada perbuatan yang
lebih menjijikkan daripada memakan daging, nanah, serta darah dari bangkai
saudaranya. Perbuatan semacam ini hanya
dilakukan oleh orang yang tidak waras, dan berbudi pekerti rendah. Anehnya, betapa banyak orang suka melakukan
ghibah, bahkan menjadikannya sebagai profesi untuk mendapatkan harta. Misalnya, para pekerja yang bergulat di
bidang infotainment. Seringkali mereka
membuat program acara yang penuh dengan pergunjingan, dan gosip-gosip murahan. Acara ini dikemas sedemikian rupa sehingga
sangat diminati oleh pemirsa. Padahal,
acara-acara semacam ini telah menjatuhkan siapa saja, pengelola acaranya,
maupun yang menyaksikannya ke dalam lembah dosa.