Tuesday, December 13, 2011

INFOTAINMENT DAN GHIBAH

Ketika gaya hidup kapitalis-materialistik telah menjadi paradigma dominan, sedikit demi sedikit dan tanpa disadari, banyak orang mulai mengabaikan prinsip halal dan haram.   Baik dan buruk tidak lagi ditimbang dengan ajaran agama.  Tolok ukur kebenaran dan etika disandarkan kepada materi dan manfaat. Akhirnya, sesuatu yang jelas-jelas haram dengan enteng dilanggar demi apa yang disebut dengan "profesionalisme, bisnis, dan lain sebagainya.    Ironisnya lagi, perbuatan-perbuatan haram tersebut dikemas sedemikian rupa hingga menjadi sebuah profesi untuk mencari nafkah.  Contohnya adalah ghibah.  Di jaman sekarang ini, ghibah tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang keji dan menjijikkan, akan tetapi dipandang sebagai hiburan sekaligus lahan bisnis yang menguntungkan. Padahal, ghibah adalah perbuatan keji dan menjijikkan.  
Benar, ghibah sering dianggap remeh, dan telah dijadikan profesi untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.  Padahal Allah dan RasulNya telah mengharamkan ghibah dengan pelarangan yang bersifat pasti. Allah swt berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
           
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing (ghibah) sebagian yang lain.   Sukakah,  salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya sendiri yang telah mati?  Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.  Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”[al-Hujurat:12]
          Dalam menafsirkan ayat ini, Imam Qurthubiy menyatakan, “Allah swt telah melarang ghibah, yakni menceritakan suatu hal yang ada pada diri seseorang.  Adapun jika seseorang menceritakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada pada diri seseorang, maka ia sedang berdusta.  Definisi ghibah telah dijelaskan dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah.  Rasulullah bersabda:”Tahukah kalian, apa yang dimaksud dengan ghibah?”  Para shahabat menjawab, “Allah dan RasulNya lebih tahu.” Rasulullah saw berkata, ““Kamu menyebut sesuatu dari kawanmu yang ia sangat benci jika dikatakan.” Para shahabat bertanya, “ Bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang memang terjadi pada saudaraku.’  Rasulullah saw menjawab, “Jika engkau menceritakan apa yang terjadi pada saudaramu, berarti kamu telah menggunjingnya; dan apabila engkau menderitakan apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu, maka engkau telah membohongkannya.”[HR. Muslim].
          Al-Hasan menyatakan, “Ghibah itu ada tiga sisi.  Semuanya telah disebutkan di dalam Kitabullah; yakni al-ghibah (menggunjing), al-ifki (gosip), dan al-buhtaan (berdusta).   Ghibah adalah anda menceritakan sesuatu yang memang ada pada saudaranya.  Sedangkan al-ifki (gosip) adalah anda menceritakan  sesuatu berita tentang saudara anda, dimana saudara anda itu tidak pernah menyampaikan berita tersebut kepada anda (secara langsung). Sedangkan al-buhtan adalah anda menceritakan sesuatu yang tidak ada pada saudaranya.”
          AL-Hafidz al-Suyuthi, dalam Tafsir Jalalain menjelaskan,”Janganlah anda menceritakan sesuatu yang dibenci oleh saudaranya, meskipun sesuatu itu ada pada dirinya."
          ‘Ubaid ra, bekas budak Nabi saw yang telah dimerdekakan mengisahkan,  bahwasanya ada seseorang datang dan mengabarkan kepada Nabi saw tentang dua orang wanita yang berpuasa dan sekarat karena kehausan.  Nabi saw berpaling tanpa bicara dan menolak mengijinkan wanita-wanita itu berbuka.  Lalu, orang tersebut memohon kembali dengan menggambarkan wanita-wanita itu telah hampir mati.  Nabi saw berkata:
          “Bawa mereka kepadaku dan bawa pula sebuah mangkuk.”  Ketika mereka telah menghadap, beliau menghadap ke salah seorang wanita itu dan memerintahkannya untuk muntah ke dalam mangkuk.  Ia melaksanakannya dan mengeluarkan campuran darah, nanah, muntah dan dagung busuk yang memenuhi setengah mangkuk.  Beliau segera berpaling kepada yang lain dan memerintahkan hal yang sama.   Setelah mangkuk tersebut penuh, beliau bersabda, “Sesungguhnya kedua orang ini telah berpuasa menahan diri dari apa yang dihalalkan Allah, dan membatalkan puasa mereka dengan apa yang diharamkan Allah.  Mereka menghabiskan waktu puasanya dengan memakan daging bangkai orang lain.”[HR. Imam Ahmad]. Riwayat ini telah menjelaskan, betapa hina dan menjijikkannya ghibah itu. 
          Pada dasarnya tidak ada perbuatan yang lebih menjijikkan daripada memakan daging, nanah, serta darah dari bangkai saudaranya.  Perbuatan semacam ini hanya dilakukan oleh orang yang tidak waras, dan berbudi pekerti rendah.  Anehnya, betapa banyak orang suka melakukan ghibah, bahkan menjadikannya sebagai profesi untuk mendapatkan harta.   Misalnya, para pekerja yang bergulat di bidang infotainment.  Seringkali mereka membuat program acara yang penuh dengan pergunjingan, dan gosip-gosip murahan.  Acara ini dikemas sedemikian rupa sehingga sangat diminati oleh pemirsa.  Padahal, acara-acara semacam ini telah menjatuhkan siapa saja, pengelola acaranya, maupun yang menyaksikannya ke dalam lembah dosa.  

[1] Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, surat al-Hujurat ayat 12
[2] Al-Hafidz al-Suyuthi, Tafsir Jalalain, surat al-Hujurat : 12

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews